Ijtihad
sahabat dalam beramal saat Rasulullah SAW masih hidup
Setiap yang
tidak dikerjakan Rasulullah SAW tidak serta merta lansung dapat dihukumi
sebagai sebuah keharaman. Namun hal tersebut belum terikat hukum syar'i yang
kemudian tugas ulamalah menimbangnya dengan timbangan Al-quran, Sunnah, Ijmak
dan Qiyas sebagai dasar dalam syariat.
Sebagaimana
diketahui, dalam banyak hal Nabi SAW tidak mengingkari amalan para sahabat yang
mana amalan tersebut tidak pernah dilakukan dan dicontohkan sebelumnya oleh
Rasulullah SAW. Di sisi-sisi lain kita melihat, sebenarnya para sahabat bisa saja
menanyakan lansung perkara tersebut kepada Nabi SAW melakukannya, sebab mereka
hidup berdampingan lansung dengan Rasulullah SAW.
Diantara
contoh-contohnya seperti:
-
Bilal bin Rabah mengiltizamkan
dirinya untuk selalu bersegera berwudhu setiap kali ia berhadas, kemudian
melakukan sholat dua rakaat. Beliau juga senantiasa melakukan sholat dua rakaat
setiap kali setelah mengumandangkan azan, yang mana hal ini tidak pernah dicontohkan
oleh Rasulullah SAW sebelumnya. Tak kala Rasulullah SAW mengetahui hal tersebut,
Rasulullah SAW tidak menyalahkan amalan yang dilakukan Bilal, justru malah
mengabarkan kepada Bilal ganjaran surga disebabkan amalan yang ia lakukan
tersebut. ( Riwayat Imam Ahmad, Imam Tirmizi dan Imam Al-Hakim)
-
Khabib bin 'Adi melakukan
sholat dua rakaat sebelum ia dibunuh dan akhirnya perbuatannya tersebut menjadi
sunnah hasanah bagi setiap muslim. ( Riwayat Imam Bukhari dan Imam Ahmad),
yang mana hal ini tidak pernah dicontohkan dan diperintahkan oleh Nabi SAW sebelumnya.
-
Salah seorang sahabat mengiltizamkan
membaca surat Al-Ikhlas disetiap rakaat sholat malamnya, yang mana hal ini
tidak pernah dicontohkan oleh Nabi SAW sebelumnya. Amalan sahabat tersebut didengar
oleh Abu Said Al-Khudri dan beliau mengadukannya kepada Rasululla SAW. Maka
Rasulullah SAW tidak mengingkarinya dan bersabda: " Demi jiwaku yang
berada dalam genggamannya, sesungguhnya ia –surat Al-ikhlas- sama dengan
sepertiga Al-Quran ". ( Riwayat Imam Bukhari dan Imam Tirmizi).
-
Salah seorang sahabat dari
Anshor menggabungkan surat Al-Ikhlas dengan surat lain disetiap rakaat
sholatnya ketika mengimami sahabat lain di mesjid Quba. Sebagian sahabat merasa
hal tersebut aneh dan mengadukannya kepada Rasulullah SAW. Kemudian Rasulullah
SAW menanyakan alasannya melakukan hal demikian, maka ia menjawab "
Saya menyukai surat tersebut wahai Rasulullah ". Maka Rasulullah SAW bersabda:
" Kecintaanmu padanya akan mengantarkanmu kedalam surga". (
Riwayat Imam Bukhari dan Imam Tirmizdi ).
-
Di antara sahabat menambah
sebahagian zikir ketika bangkit dari rukuk ketika mereka sholat di belakang
Rasulullah SAW. ( Riwayat Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Ahmad, Imam Nasai, Imam
Abu Daud, Imam Tirmizi, dan Imam Al-Hakim).
-
Munajat seorang sahabat dalam
sholatnya kepada Allah SWT dengan doa yang tidak diajarkan oleh Rasulullah SAW sedangkan
waktu itu Rasulullah SAW berada dekatnya. Dalam sholatnya sahabat ini berdoa "
Allahumma inni as aluka bianna lakal hamdu, la ilahailla anta… . Tak kala
Rasulullah mendengarnya maka beliau bersabda: " Sesungguhnya ia telah
berdoa dengan nama Allah yang maha besar, yang mana jika berdoa dengannya,
doanya akan diijabah dan jika meminta dengannya akan diberi" ( Riwayat
Imam Bukhari dan Imam Muslim dll ).
-
Banyak sekali bentuk ijtihad
para sahabat ketika meruqyah dan
Rasulullah SAW tidak mengingkarinya.
Dapat
disimpulan dari hadis-hadis di atas, bahwasannya pada dasarnya jenis ibadah
yang dilakukan para sahabat diatas dan tatacaranya telah ada dan disyariatkan
sebelumnya, seperti wudhu, sholat, membaca al-quran, berdoa, azan dan lain-lain.
Akan tetapi para sahabat berijtihad pada furu'-furu' ibadah tersebut.
Seperti
berwudhu setiap kali hadas, sholat setelah wudhu, sholat sebelum dibunuh,
membaca surat Al-Ikhlas setiap kali akan membaca surat dalam sholat, berdoa dan
berzikir dengan lafaz yang tidak dicontohkan oleh Nabi SAW, azan awal di hari
jumat dan lain-lain.
Dapat
dipahami, semua hadis di atas juga menjelaskan bahwasannya para sahabat
melakukan suatu amalan tanpa sebelumnya menanyakannya kepada Rasulullah SAW
tentang hukumnya. Tidak sebelum melakukannya dan tidak juga setelahnya, padahal
Rasulullah SAW berada dekat dengan mereka. Akan tetapi para sahabat berijtihad dalam
beramal dan Nabi SAW tidak mengingkari hasil ijtihad mereka tersebut. Bahkan
sebahagian mereka diberikan kabar gembira terhadap amalan ijtihad mereka dengan
ganjaran yang sangat besar.
Mungkin
seseorang akan berkata: "Nabi SAW telah menyetujuinya dan membenarkan
amalan mereka, maka ia secara tidak lansung telah menjadi As-Sunan
At-Taqiriah ( Sunah yang ditetapkan )".
Maka jawabannya
adalah: Bahwasannya yang menjadi objek pengambilan dalil dan mahaj dari amalan
sahabat di atas di dasari oleh dua hal:
Pertama:
Tindakan sahabat melakukan sebuah amalan yang tidak dicontohkan Nabi SAW. Walaupun
sebenarnya mereka bisa dengan mudah menemui Rasulullah SAW dan menyakannya
lansung, karena mereka hidup berdampingan lansung dengan Rasulullah SAW.
Ketika mereka
melakukan sebuah amalan dengan ijtihad mereka, para sahabat tidak ada yang
memahami bahwa amalan yang mereka lakukan tersebut adalah bid'ah yang tercela,
hanya karena Nabi SAW tidak melakukannya. Kalaulah para sahabat memahami hal
tersebut tercela, tentulah mereka telah terlebih dahulu meninggalkannya.
Kedua:
Tindakan Rasulullah SAW ketika menetapankan dan menyetujui amal-amal para sahabat
dari hasil ijtihad mereka sendiri. Bahkan Rasulullah SAW mengabarkan mereka
dengan ganjaran yang sangat besar dari amalan tersebut. Hal ini adalah dalil
yang sangat jelas bahwasannya sesuatu yang tidak dikerjakan oleh Nabi SAW tidak
menunjukkan keharaman, sebagai mana pemahaman sebagian orang. Kalaulah saja
hal yang demikian haram, maka setiap apa yang dilakukan oleh para sahabat
diatas adalah haram dan bid'ah yang sesat, karena Nabi tidak pernah melakukannya. Waiyazubillah. Bersambung kebagian dua klik disini
0 komentar:
Posting Komentar