Minggu, 06 Maret 2016

Nabi SAW Tidak Mengerjakannya, Lantas Haramkah? (1) Bagian Tiga




Pemahaman sahabat terhadap sesuatu yang didiamkan oleh Nabi SAW.

Para sahabat tidak memahami bahwasannya sesuatu yang didiamkan oleh Nabi SAW menunjukkan kepada keharaman, namun mereka memahami sebaliknya, bahwasannya hal tersebut halal dan dimaafkan.

Dapat dipahami dari atsar yang ada, bahwasannya para sahabat takut menyanyakan sesuatu hal yang tidak pernah disebutkan oleh Nabi SAW, karena bisa jadi pertanyaan mereka akan menyebabkan diwajibkannya hal tersebut atau diharamkannya.

Diantara sebab Rasulullah SAW melarang umatnya agar tidak banyak bertanya adalah:
1.      Sesuatu yang asalnya Mubah, namun karena pertanyaan mereka hal tersebut bisa menjadi diharamkan Allah SWT kepada mereka. Rasulullah SAW mengatakan merekalah orang yang paling besar kejahatannya kepada muslim lainnya.

Rasulullah SAW bersabda:
إن أعظم المسلمين في المسلمين جرما لمن سأل عن شيء لم يحرم عليهم, فحرم عليهم من أجل مسألته
" Sesungguhnya orang islam yang paling besar kejahatannya kepada muslim yang lainnya adalah orang yang bertanya tentang sesuatu yang semula tidak diharamkan, kemudian diharamkan disebabkan pertanyaan mereka tersebut". ( Riwayat Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu daud dan Imam Hakim)

2.      Sesuatu yang asalnya tidak wajib, maka karena pertanyaan mereka tersebut, Allah SWT mewajibkannya dan akhirnya menyusahkan mereka. Sayidah Aisyah mengatakan bahwasannya Nabi SAW kadang meninggalkan suatu malan yang  sebenarnya beliau sangat menyukai amalan tersebut dikarenakan beliau khawatir umatnya akan mengikuti dan menyebabkan akan diwajibkannya bagi mereka. Seperti nabi meninggalkan Qiyam Ramadhan, karena takut diwajibkan oleh Allah SWT bagi umatnya.

Oleh karena alasan-alasan di atas Rasulullah SAW mewanti-wanti umatnya agar tidak banyak bertanya dalam persolan-persoalan yang telah didiamkan oleh Allah SWT dan Rasulnya SAW.
Dalam sebuah hadis lain dikisahkan bahwasannya Rasulullah SAW bersabda: "Sesunggguhnya Allah telah mewajibkan kepada kalian untuk menunaikan Haji ". Maka Sahabat bertanya: " Apakah setiap tahun wahai Rasulullah". Maka Rasulullah SAW sersabda: " Jika saja saya mengatakan Ya, maka ia akan diwajibkan atas kalian".  Maka turunlah Al-Quran surat Al-maidah ayat 101 yang menjelaskan larangan untuk tidak banyak bertanya.

Inilah diantara sebab larangan Nabi SAW agar tidak banyak bertanya dan alasan beliau SAW meninggalkan sebagian dari amalan. Bukan karena haramnya bertanya, akan tetapi untuk mengedepankan maslahah bagi umatnya. Maka At-Tarkun Nabi SAW bukanlah dalil untuk pengharaman sesuatu, akan tetapi hal tersebut tidak ada dalil yang menunjukkan kepada satu hukum. Maka hal itu kembali kepada hukum asalnya yaitu dimaafkan dan dibolehkan.

Dapat disimpulkan bahwasannya setiap sesuatu yang ditinggalkan oleh Nabi SAW - ada maksud meninggalkannya- hal tersebut tidaklah dihukumi wajib. Bisa jadi hal tersebut menjadi haram, makruh, mubah atau mustahab. Akan tetapi beliau meninggalkannya untuk menjelaskan kebolehan untuk meninggalkan hal tersebt atau kekhawatiran beliau SAW memberatkan umatnya atau karena maslahah yang lain yang terkandung di dalamnya.

Disamping penjelasan panjang lebar di atas, secara umum kaidah  " At-Tarku Yadullu Ala At-Tahrim" telah terbantahkan oleh hadis-hadis berikut berikut ini:
Rasulullah SAW bersabda:
دعوني ما تركتكم, إنما أهلك من كان قبلكم سؤالهم و اختلافهم على أنبيائهم , فإذا نهيتكم عن شيء فاجتنبوه , وإذا أمرتكم بأمر فأتوا منه ما استطعتم. ( رواه مالك و البخاري و مسلم و أحمد و النسائى)

" Biakanlah apa yang aku tinggalkan untuk kalian. Sesungguhnya yang membinasakan umat sebelum kalian adalah karena banyaknya pertanyaan mereka dan (banyaknya) penyelisihan mereka kepada para nabi mereka. Maka apabila aku melarang sesuatu kepada kalian, tinggalkanlah. Dan apabila aku memerintahkan sesuatu kepada kalian, kerjakanlah semampu kalian "

Rasulullah SAW bersabda:

إن الله حد حدودا فلا تعتدوها , وفرض لكم فرائض فلا تضيعوها , و حرم أشياء فلا تنتهكوها , و ترك أشياء من غير نسيان من ربكم , ولكن رحمة منه لكم , فاقبلوها ولا تبحثوا فيها . ( رواه الحاكم و الدار قطني )

" Sesungguhnya Allah telah menetapkan batasan-batasan maka janganlah kalian melanggarnya dan telah menetapkan kewajiban-kewajiban dan janganlah kalian melalaikannya dan mengharamkan sesuatu maka jangan kalian melanggarnya dan mendiamkan sesuatu bukan karena tuhan kalian lupa akan tetapi sebagai rahmat darinya untuk kalian. Maka terimalah dan janganlah kalian mencari-cari tentangnya ".

Rasulullah SAW bersabda:

ما أحل الله في كتابه فهو حلال , وما حرم فهو حرام , و ما سكت عنه فهو عافية , فاقبلوا من الله العافية , فإن الله لم يكن نسيانا. ( رواه الحاكم )
" Apa saja yang Allah halalkan dalam kitabnya maka hal tersebut adalah halal dan apa saja yang diharamkan maka hal tersebut adalah haram dan apa saja yang ia diamkan maka hal tersebut dibolehkan, maka terimalah kemaafan dari Allah. Sesungguhnya Allah tidaklah lupa sedikitpun"
Hadis-hadis di atas telah jelas menjelaskan apa saja yang didiamkan oleh Allah dan Rasulnya penjelasannya, maka semua itu masuk kepada sesuatu yang di maaafkan dan dilapangkan. Oleh karenanya tidak boleh seseorang mengharamkannya hanya karena Rasulullah SAW tidak mengerjakannya. Akan tetapi hal tersebut jaiz dan boleh sampai datang dalil syar'iyah yang menunjukkan keharamannya. Waallahualam.


Disarika dari kitab " Mafhum Al-Bid'ah " Karya Dr. Abdul Ilah Bin Husain Al-Afraj dan kitab " Al-Maskut 'Anhu Syar'an " Karya Prof.Dr. Muhammad Anwar Fayyumi.

0 komentar:

Posting Komentar