Pemahaman sahabat terhadap sesuatu yang didiamkan oleh Nabi SAW.
Para
sahabat tidak memahami bahwasannya sesuatu yang didiamkan oleh Nabi SAW menunjukkan
kepada keharaman, namun mereka memahami sebaliknya, bahwasannya hal tersebut halal
dan dimaafkan.
Dapat
dipahami dari atsar yang ada, bahwasannya para sahabat takut menyanyakan
sesuatu hal yang tidak pernah disebutkan oleh Nabi SAW, karena bisa jadi
pertanyaan mereka akan menyebabkan diwajibkannya hal tersebut atau
diharamkannya.
Diantara
sebab Rasulullah SAW melarang umatnya agar tidak banyak bertanya adalah:
1.
Sesuatu yang asalnya Mubah,
namun karena pertanyaan mereka hal tersebut bisa menjadi diharamkan Allah SWT
kepada mereka. Rasulullah SAW mengatakan merekalah orang yang paling besar
kejahatannya kepada muslim lainnya.
Rasulullah SAW bersabda:
إن أعظم المسلمين في المسلمين جرما لمن سأل
عن شيء لم يحرم عليهم, فحرم عليهم من أجل مسألته
" Sesungguhnya orang islam yang paling besar kejahatannya
kepada muslim yang lainnya adalah orang yang bertanya tentang sesuatu yang
semula tidak diharamkan, kemudian diharamkan disebabkan pertanyaan mereka
tersebut". ( Riwayat Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu daud
dan Imam Hakim)
2.
Sesuatu yang asalnya tidak
wajib, maka karena pertanyaan mereka tersebut, Allah SWT mewajibkannya dan akhirnya
menyusahkan mereka. Sayidah Aisyah mengatakan bahwasannya Nabi SAW kadang
meninggalkan suatu malan yang sebenarnya
beliau sangat menyukai amalan tersebut dikarenakan beliau khawatir umatnya akan
mengikuti dan menyebabkan akan diwajibkannya bagi mereka. Seperti nabi
meninggalkan Qiyam Ramadhan, karena takut diwajibkan oleh Allah SWT bagi
umatnya.
Oleh
karena alasan-alasan di atas Rasulullah SAW mewanti-wanti umatnya agar tidak
banyak bertanya dalam persolan-persoalan yang telah didiamkan oleh Allah SWT
dan Rasulnya SAW.
Dalam
sebuah hadis lain dikisahkan bahwasannya Rasulullah SAW bersabda: "Sesunggguhnya
Allah telah mewajibkan kepada kalian untuk menunaikan Haji ". Maka
Sahabat bertanya: " Apakah setiap tahun wahai Rasulullah". Maka
Rasulullah SAW sersabda: " Jika saja saya mengatakan Ya, maka ia akan
diwajibkan atas kalian". Maka
turunlah Al-Quran surat Al-maidah ayat 101 yang menjelaskan larangan untuk tidak
banyak bertanya.
Inilah
diantara sebab larangan Nabi SAW agar tidak banyak bertanya dan alasan beliau
SAW meninggalkan sebagian dari amalan. Bukan karena haramnya bertanya, akan
tetapi untuk mengedepankan maslahah bagi umatnya. Maka At-Tarkun
Nabi SAW bukanlah dalil untuk pengharaman sesuatu, akan tetapi hal tersebut tidak
ada dalil yang menunjukkan kepada satu hukum. Maka hal itu kembali kepada hukum
asalnya yaitu dimaafkan dan dibolehkan.
Dapat
disimpulkan bahwasannya setiap sesuatu yang ditinggalkan oleh Nabi SAW - ada
maksud meninggalkannya- hal tersebut tidaklah dihukumi wajib. Bisa jadi hal
tersebut menjadi haram, makruh, mubah atau mustahab. Akan tetapi beliau
meninggalkannya untuk menjelaskan kebolehan untuk meninggalkan hal tersebt atau
kekhawatiran beliau SAW memberatkan umatnya atau karena maslahah yang lain yang
terkandung di dalamnya.
Disamping
penjelasan panjang lebar di atas, secara umum kaidah " At-Tarku Yadullu Ala At-Tahrim"
telah terbantahkan oleh hadis-hadis berikut berikut ini:
Rasulullah
SAW bersabda:
دعوني ما تركتكم, إنما أهلك من كان قبلكم
سؤالهم و اختلافهم على أنبيائهم , فإذا نهيتكم عن شيء فاجتنبوه , وإذا أمرتكم بأمر
فأتوا منه ما استطعتم. ( رواه مالك و البخاري و مسلم و أحمد و النسائى)
" Biakanlah apa yang aku tinggalkan untuk
kalian. Sesungguhnya yang membinasakan umat sebelum kalian adalah karena
banyaknya pertanyaan mereka dan (banyaknya) penyelisihan mereka kepada para
nabi mereka. Maka apabila aku melarang sesuatu kepada kalian, tinggalkanlah. Dan apabila aku memerintahkan sesuatu kepada
kalian, kerjakanlah semampu kalian "
Rasulullah SAW bersabda:
إن الله حد حدودا فلا تعتدوها , وفرض لكم
فرائض فلا تضيعوها , و حرم أشياء فلا تنتهكوها , و ترك أشياء من غير نسيان من ربكم
, ولكن رحمة منه لكم , فاقبلوها ولا تبحثوا فيها . ( رواه الحاكم و الدار قطني )
" Sesungguhnya Allah telah menetapkan batasan-batasan maka
janganlah kalian melanggarnya dan telah menetapkan kewajiban-kewajiban dan
janganlah kalian melalaikannya dan mengharamkan sesuatu maka jangan kalian
melanggarnya dan mendiamkan sesuatu bukan karena tuhan kalian lupa akan tetapi
sebagai rahmat darinya untuk kalian. Maka terimalah dan janganlah kalian mencari-cari
tentangnya ".
Rasulullah SAW bersabda:
ما أحل الله في كتابه فهو حلال , وما حرم فهو
حرام , و ما سكت عنه فهو عافية , فاقبلوا من الله العافية , فإن الله لم يكن
نسيانا. ( رواه الحاكم )
" Apa saja yang Allah halalkan dalam
kitabnya maka hal tersebut adalah halal dan apa saja yang diharamkan maka hal tersebut
adalah haram dan apa saja yang ia diamkan maka hal tersebut dibolehkan, maka
terimalah kemaafan dari Allah. Sesungguhnya Allah tidaklah lupa sedikitpun"
Hadis-hadis
di atas telah jelas menjelaskan apa saja yang didiamkan oleh Allah dan Rasulnya
penjelasannya, maka semua itu masuk kepada sesuatu yang di maaafkan dan dilapangkan.
Oleh karenanya tidak boleh seseorang mengharamkannya hanya karena Rasulullah
SAW tidak mengerjakannya. Akan tetapi hal tersebut jaiz dan boleh sampai
datang dalil syar'iyah yang menunjukkan keharamannya. Waallahualam.
Disarika dari kitab " Mafhum Al-Bid'ah
" Karya Dr. Abdul Ilah Bin Husain Al-Afraj dan kitab "
Al-Maskut 'Anhu Syar'an " Karya Prof.Dr. Muhammad Anwar Fayyumi.
0 komentar:
Posting Komentar