Bercita-cita membahagiakan kedua orang
tua adalah sebuah cita-cita yang sangat mulia. Dalam setiap detik hidup, tidak
ada yang mereka tunggu melainkan kesuksesan seorang anak. Namun tahukah kita,
apa sebenarnya harapan terbesar setiap orang tua dalam hidup mereka terhadap
anak-anaknya?
Memiliki pendidikan tinggi, title yang
banyak dan gaji yang besar bukanlah inti dari harapan-harapan mereka. Bahkan
Ibu saya tak paham apa itu Lc., MA., DR., ataupun Professor. Mereka tak paham
apa itu Skripsi, Thesis atau Disertasi.
Lalu apa sebenarnya harapan terbesar
mereka?
Seorang senior saya yang saat ini
menempuh pendidikan Doktoral bercerita: "Alhamdulillah harapan terbesar ayah
sudah saya penuhi sebelum beliau dipanggil sang maha kuasa. Dulu sebelum
berangkat keluar negeri untuk kuliah, beliau selalu berharap ingin melihat saya
tampil 'berkhotbah' dan 'mengimami' sholat berjamaah di mesjid dekat
rumah". Alhamdulillah, betapa bahagianya beliau beberapa hari sebelum
kepergiannya melihat saya berkhotbah tanpa teks dan mengimami sholat dengan
bacaan terbaik sayayang telah lama saya persiapkan. Saat itulah saya melihat
tangis haru beliau yang terakhir kalinya sebelum mereka meninggalkan kami
selama-lamanya".
Dalam sebuah acara 'talk show', Walikota
Bandung Kang Emil pernah menyampaikan satu harapan terbesar Ibunya yang belum
bisa beliau penuhi sampai saat itu, yaitu sang Bunda ingin melihat Kang Emil
berkhotbah pada hari Jumat dan mengimami sholatnya. –Semoga dimudahkan ya Kang,
untuk memenuhi harapan Ibundanya tercinta-.
Begitu juga dulu saat saya masih
bersekolah di Aliyah, salah satu harapan terbesar mereka saat itu adalah
melihat saya berkhotbah di hari Jumat dan beliau dibelakang sebagai makmum
mengaminkan Surat Alfatihah yang saya baca.
Itulah sebenarnya harapan terbesar
setiap orang tua. Harapan mereka tidaklah muluk-muluk sebagaimana yang dipikirkan
para anak. Menghajikan, mengumrohkan, memberikan tempat tinggal yang layak,
rumah yang mewah, belanja tiap bulannya, keliling dunia dan banyak hal-hal
besar yang sering dipikirkan para anak untuk membahagiakan orang tuanya yang
sebenarnya itu bukanlah harapan terbesar mereka.
Apakah kita seorang Professor, Doktor,
Presiden, Gubernur, Walikota, Bos sebuah perusahaan besar, ataupun seorang
Ulama besar, mereka kadang tidak peduli dan tidak paham dengan itu semua. Namun
yang mereka pahami, kita adalah seorang anak yang mereka gantungkan
harapan-harapan terbesarnya dalam hidup pada kita anak-anaknya.
Yang mereka harapkan, bagaimana saat
detik-detik terakhir nafas mereka, kita para anak hadir disamping mereka sambil
membimbing 'mentalqinkan' mereka kalimat syahadat di telinga kanannya.
Yang mereka
harapkan, kita hadir dalam memandikan jenazah mereka, sehingga orang lain tak
perlu melihat aurat mereka dan tau aib kekurangan mereka.
Yang mereka
harapkan, kitalah yang menyiapkan kain kafan bagi mereka dan memakaikan sebagai
pakai terakhir yang akan mereka bawa mengahadap sang pencipta.
Yang mereka
harapkan, kita berada dibarisan terdepan mengimami sholat jenazah mereka yang
terakhir kalinya. Karena tidak ada lagi sholat yang akan menyertai mereka
setelah itu.
Yang mereka
harapkan, kitalah yang meletakkan mereka di pembaringan terakhirnya. Walau
bebantalkan sebongkah tanah, namun saat anaknya yang membuatkannya, mereka
berharap semoga Allah menggantikannya dengan bantal paling empuk yang tak
pernah ada.
Dan harapan
terakhir mereka adalah 'Doa' para anak yang menyertai mereka dalam setiap sujud
anak-anaknya.
Siapapun kita, apapun gelar kita,
seberapapun tinggi jabatan kita, tidak ada yang menjadi harapan terbesar setiap
orang tua, melainkan kebahagiaan saat detik-detik terakhir dalam hidup mereka sebelum
kalimat perpisahan perpisahan itu mereka ucapkan " Asyhadu Alla iIlaaha
Illallaah, Wa Asyhadu anna Muhammadar Rosulullah".
0 komentar:
Posting Komentar