Rabu, 01 April 2015

Bantahan Terhadap Syubhat Orang-Orang yang Mengingkari Mazhab (1)


Pada pembahasan sebelumnya kita telah paparkan Kewajiban Untuk Bermazhab danDalil Wajibnya Bermazhab, berikut ini akan kita sebutkan beberapa syubhat orang-orang yang mengingkari mazhab.

Diantara syubhat yang kemudian menjadi dalil keharaman bermazhab bagi mereka yang mengingkari bermazhab adalah sebagai berikut:

Syubhat Pertama: 

Sesungguhnya islam tidaklah lebih dari hukum- hukum tertentu yang sangat mudah dipahami orang arab dan muslim pada umumnya. Sebagaimana  hadis jibril tentang hakikat iman, islam, dan ihsan dan hadis dibangunnya islam dengan lima asas. Semuanya sudah jelas dan bisa dipahami.

Bantahan:

Kalau saja seandainya dakwaan itu benar, bahwasannya islam itu hanya terbatas pada hal-hal yang mudah dipahami dan permasalahan-permasalahan ringan lainnya, tidak mungkin kitab-kitab sahih dan musnad-musnad yang ada sekarang ini dipenuhi oleh ribuan hadis dengan berbagai macam bentuk hukum yang berhubungan denga kehidupan manusia muslim. Jika saja nabi menjelaskan semua hukum-hukum yang ada, niscaya nabi tidak akan memiliki waktu yang cukup untuk menjelaskannya semuanya. Akan tetapi, Rasulullah saw menjelaskan konsep-konsep dasar keislaman kepada para sahabat, kemudian penjabaran dari konsep yang ada Rasulullah saw berikan kepada para sahabat untuk memahaminya dan mejabarkannya.

Maka untuk menjelaskan semua yang telah di sampaikan, rasulullah mengutus para sahabat hasil didikan beliau lansung keberbagai belahan daerah islam saat itu. Rasulullah saw mengirim Khalid bin Walid ke Najran, Ali bin Abi thalib, Abu Musa AL As'ari dan Muaz bin Jabal ke Yaman dan Usman Bin Affan ke Tsaqif. Mereka diutus untuk menjelaskan hukum-hukum syariat melalui pembelajaran dan penjelasan sebagaimana Rasulullah saw memahaminya.

Kecilnya kekuasaan islam saat itu membuat tidak banyaknya penjelasan hukum yang dibutuhkan. Namun tak kala islam semakin meluas, dengan keadaan dan kindisi yang berbeda antara suatu tempat dan tempat yang lain, menuntut penjabaran hukum yang lebih luas dari asalnya. Ketika munculnya adat-istiadat suatu tempat, maslahah terhadap kondisi tertentu dan bentuk-bentuk taqlid yang berkemabang di tempat itu dan ini semua membutuhkan penjelasan dan hukum. Semua permasalahan ini tidak akan terlepas adri dasar  islam yaitu al-Quran, sunah, ijma' dan kiyas. Allah SWT tidak akan menghukumi sesuatu kecuali atas dasar hukum-hukum di atas sesuai dengan syarat dan tartib serta metode istinbat hukum dari sumber-sumber ini.  

Syubhat Kedua: 

Mazhab-mazhab itu tidak lain hanyalah sekedar pendapat-pendapat dan pemahaman saja dan beramal dengan pendapat-pendapat ini tidak pernah diwajibkan oleh Allah dan Rasulnya untuk mengikutinya. Namun kita hanya diperintahkan mengikuti al-quran dan sunah.

Bantahan:

Bagaimana mungkin kita memisahkan antara islam dan hasil istinbat hukum para imam yang empat yang pada dasarnya mereka menggunakan dasar-dasar hukum islam sebagai landasannya. Ini tidak lain adalah sebuah kesimpulan yang sangat bodoh dan batil sebagaimana orang-orang orientalis memahaminya.

Seorang orientalis Jerman mengatakan bahwa, fiqih islami yang disusun oleh para imam mazhab tidak lain hanyalah berupa aturan-aturan khusus hasil pemikiran mereka saja yang terlepas dari unsure-unsur al-Quran dan sunah.

Jika saja apa yang didakwakan oleh mereka yang mengingkari mazhab dan orientalis ini benar, maka tidaklah ada kewajiban bagi kita untuk menaati aturan-aturan kehidupan manusia yang ada. Sebab semuanya hanyalah hasil ijtihad dan pendapat-pendapat mazhab saja yang tidak pernah diwajibkan oleh Alla SWT dan Rasulnya saw. Begitu juga tidak ada kewajiban bagi kita menaati aturan-aturan Negara islam yang telah dirumuskan pada ulama, karena kebanyakan aturan itu adalah hasil ijtihad dan pendapat-pendapat saja yang tidak pernah diwajibkan Allah SWT dan Rasulnya.  Lalu bagaimana mungkin kita mengatakan bahwasannya islam adalah agama dan Negara?. Mengapa mereka tidak membetulkan pemahaman kita selama, bahwasannya islam ini hanyalah agama sebagai mana yang diinginkan para orientalis terhadap islam?.

Sesungguhnya Rasulullah saw telah mengirim para sahabat ke berbagai belahan dunia islam. Mereka dibebani menyampaikan risalah keislaman, mengajarkan penduduknya dan menjelaskan hukum halal dan haram kepada mereka. Telah sepakat ulama bahwasannya para sahabat berijtihad terhadap sebuah permasalahan jika tidak ditemukan dalil sorih dalam al-Quran dan sunah dan nabi mengizinkannya. Sebagaimana hadis ketika Rasulullah saw bertanya kepada Muaz bin Jabal sebelum ia diutus ke Yaman prihal bagai mana ia mengambil sebuah hukum. Pertama ia mencari dari al quran dan sunnah dan jika tidak ketemu maka ia beijtihad dan nabi membenarkannya.

Terus bagaimana mungkin mereka yang mengingkarai mazhab mengatakan kalau ijtihad-ijtihad itu hanyalah sekedar pemahaman manusia belaka yang Allah SWT dan Rasulnya tidak pernah mewajibkannya?.

Sesungguhnya hukum-hukum islam itu bukanlah sesuatu yang mudah dan hanya mengurus urusan tertentu saja. Akan tetapi islam datang mengatur semua cakupan urusan kehidupan  manusia.  Semua urusan itu tidak akan terlepas dari al-Quran dan sunah dengan dalil yang zohir atau melalui ijtihad dan istinbat ulama melalui dua sumber dasar ini. Pemahaman seorang mujtahid terhadap sebuah hukum merupakan hukum yang Allah SWT wajibkan kepada seorang mukallaf. Kalau seandainya saja benar apa yang mereka katakan bahwa Allah SWT dan Rasulnya saw tidak pernah mewajibkan mengikuti ijtihad para mujtahid, maka sia-sialah pengutusan nabi terhadap para sahabat ke berbagai qabilah dan daerah-daerah kekuasaan islam saai itu.

Syubhat Ketiga:

Dasar berpegang dalam islam adalah berpegang kepada al-Quran dan sunnah dan dua dasar ini merupakan dasar yang ma'sum dari kesalahan .Adapun  imam-imam mazhab tidaklah ma'sum dari kesalahan. Dengan begitu, mengikuti para imam mazhab berarti meninggalkan suatu yang maksum dari kesalahan dan berpaling kepada yang tidak maksum dari kesalahan.  Bagaimana mungkin kita meninggalkan yang ma'sum demi mengikuti sesuatu yang tidak ma'sum?.

Bantahan:

Sungguh luar biasa sekali pembicaraan mereka ini. Tidakkah mereka mengetahui dan menyadari siapakah yang menjadi objek tuduhan mereka ini. Ataukah mereka merasa mempunyai kemampuan untuk memahami isi al-Quran dan sunah secara lansung tanpa perantara seorang mufti atau seorang imam?. Dalil yang mereka bawakan benar jika ditujukan kepada seorang yang mampu mamahami isi al-Quran dan sunah secara lansung, yaitu seorang mujtahid. Akan tetapi itu di luar pembahasan. Akan tetapi pembahasan saat ini adalah orang awam yang tidak bisa dan tidak memenuhi syarat sebagai seorang mujtahid.

Sesungguhnya wasilah untuk memahami kitab dan sunnah adalah pemahaman. Dan usaha memahami keduanya tidak mungkin akan terlepas dari kesalahan kecuali pemahaman Allah SWT dan Rasulnya dalam kalamnya. Kemudian bagaimana mereka bisa menyamakan pemahaman seorang yang awam dengan pemahaman seorang mujtahid?. Apa maksud mereka dengan mengajak orang awam meninggalkan pendapat imam-imam mujtahid dan kembali kepada pemahaman mereka sendiri?. Bukankan dari dulu manusia telah terbagi kepada orang awam dan mujtahid?. Ataukah mereka memahami bahwasannya pemahaman orang awam terhadap al-Quran dan sunah bebas dari kesalahan sedangkan pemahaman para imam mujtahid pasti ada kesalahan?. 

Seolah-olah mereka mengatakan bahwa para imam mazhab ini membuat dasar hukum berpijak yang baru selain dari al-Quran dan sunnah, guna menyaingi dan berusaha menjauhkan umat islam mazhabnya Rasululllah. Lahaulawala quwwata illa billah. Sungguh ini merupakan sebuah pemahaman yang sangat lemah dan seolah-olah pemahaman mereka lebih awam dari orang awam sekalipun. Apakan ini yang mereka namakan pemahaman yang ma'sum dari kesalahan?

Syubhat Keempat:

Tidak ada satupun dalil dalam al-Quran dan sunah yang mengatakan bahwa manusia akan ditanya di dalam kuburnya tentang mazhab  yang ia ikuti. Jadi mengapa harus bermazhab, toh nanti juga tidak ditanya malaikat di kubur. Namun munculnay mazhab-mazhab fiqih ini ingin menyaingi mazhabnya Rasulullah saw.

Bantahan:

Dipahami dari pernyataan di atas bahwasannya yang menjadi standar wajibnya suatu kewajiabn kepada Allah SWT adalah pertanyaan dua malaikat di dalam kubur. Setiap yang ditanya malaikat di dalam kubur merupakan suatu kewajiban dan yang tidak ditanya di kubur merupakan sesuatu yang tidak wajib dan tidak pernah disyariatkan.

Tidak pernah kita ketahui dari sumber-sumber aqidah islam dan tidak satupun ulama mengatakan kalau nantinya malaikat di kubur akan menanyakan tentang hutang,  jual beli yang tidak sah, perzinahan, pencurian, kelalaian mendidik anak dalam keluarga, waktu yang digunakan selama di dunia ini.

Jika saja ada sebuah dalil yang mengatakan bahwa malaikat di kubur akan menanyakan hal-hal di atas dan hal yang serupa dengan yang telah disebutkan, mari kita lihat apakah malaikat juga akan menayakan, kenapa kamu taqlid kepada syafi'i, kenapa tidak berijtihad saja sendiri, kenapa kamu hanya mengikuti satu imam saja, kenapa tidak berubah-ubah dalam mengikuti pendapat imam-imam mazhab.

Jika saja malaikat akan menanyakan ini, sungguh dakwaan mereka benar dan semua ulama dan  baahisin telah salah karena hanya menganggap bahwasaannya malaikat nanti di dalam kubur hanya akan bertanya tetang dasar-dasar islam secara umum yang di wakili dengan pertanyaan tertentu sebagaimana disebutkan dalam hadis sahih. Jika benar, tentunya malaikat harus mempersiapakan ratusan bahkan ribaun pertanyaan untuk nantinya akan ditanyakan kepada manusia di dalam kubur tentang semua segi kehidupan manusia.

Akan tetapi semua itu tidak akan pernah terjadi. Sebagaimana semua ulama dan muslimin mengatakan bahwasannya kewajiban manusia di dunia ini lebih luas dari pada hanya sekedar pertanyaan malaikat di dalam kubur yang diwakili dengan beberapa pertanyaan dasar dalam asas islam.

Namun kembali kita memahami, maksud dakwaan di atas tidak lain adalah ingin mengatkan bahwa keberadaan mazhab-mazhab fiqih ini bermaksud ingin menjadi saingan mazhabnya Rasulullah saw. Sebenarnya mereka ingin mengatakan kalau malaikat di kubur nantinya hanya akan bertanya kepada simait tentang mauqif mereka terhadap Nabi Muahmmad saw. Namun untuk kepentingan hujah mereka mereka mencoba menipu pemahaman manusia awam dengan pernyataan yang sanat ajib bahwasannya tidak akan pernah ditanayakannya mazhab yang kita ikuti selama di sunia, maka buat apa kita bermazhab toh juga tidak akan di tanya. Akhirnya ini bukan menjadi hujah bagi mereka, akan tetapi pernyataan mereka sendiri menjadi hujah atas mereka sendiri.
Apa bedanya mazhab imam yang empat dengan mazhabnya Zaid bin Tsabit atau Muaz bin Jabal atau Abdullah bin Abbas dalam hal mereka mamahami hukum-hukum islam. Apa bedanya antara mazhab imam yang empat dengan Mazhab ar-Ro'yi di Irak dan Mazhab al-Hadis di Hijaz dan pimpinan-pimpinan dua mazhab ini merupakan para sahabat dan tabi'in yang terbaik dan semua orang awam taqlid kepada mereka.

Apakah para sahabat dan tabi'in ini juga dalam pandangan mereka juga ingin menyaingi mazhabnya Rasulullah saw?. Atau mereka akan mengatkan yang ingin menyaingi mazhab Rasulullah saw itu hanya mazhab yang empat ini, adapun mazhab sebelum mereka merupakan mazhab yang sohih yang memiliki kesamaan dengan mazhabnya Rasulullah saw. Kita tidak tahu perkataan mana yang benar di antara dua perkataan di atas, akan tetapi dua pernyataan di atas merupan dua pernyataan yang pahit lebih dari itu merupakan sebuah kedustaan dan fitnah.

Ma'azdallah (kita berlindung kepada Allah), tidak mungkin ijtihad-ijtihad dari para sahabat atau tabi'in dan semua ulama-ulama mujtahid yang telah berkhidmah kepada islam dengan menjelaskan apa yang datang dari Rasulullah saw yang merupakan wahyu dari tuhannya, ingin menyaingi mazhabnya Rasulullah saw. Bagaimana mungkin para mujtahid ini mereka anggap sebagai tandingan dari mazhabnya Rasulullah saw yang mana pada dasarnya semua pendapat mujtahid ini merupakan penjabaran dari kalam(perkataan) Rasulullah saw. (bersambung ke bagian 2)

(Disarikan dari buku Allaamazhabiyah Akhtoru Bid'ah Tuhadidu As-syariah Al-Islamiyah, karangan Doktor Muhammad Sayid Ramadhan Al-buuthy)

0 komentar:

Posting Komentar