Rabu, 01 April 2015

Bantahan Terhadap Syubhat Orang-Orang yang Mengingkari Mazhab (2)


Pada pembahasan terdahulu kita telah menguraikan empat syubhat orang-orang yang mengingkari mazhab beserta bantahannya, lanjutan dari itu pada pembahasan kali ini kita tambahkan syubhat-syubhat lainnya yang menjadi pegangan mereka beserta bantahannya.

Syubhat Kelima:

Mereka berhujjah dengan perkataan Izzudin Abdussalam, Ibnul Qoyim dan Kamal bin Al Hamam yang mendakwakan, bahwa mereka mengharamkan bermazhab dengan mazhab tertentu. Kemudian mewajibankan semua manusia mengambil secara lansung hukum-hukum kepada al-Quran dan sunah tanpa membedakan dia mujtahid atau orang awam.

Bantahan:

Jelas ini adalah tuduhan yang tidak benar. Bagaimana mungkin ulama-ulama di atas mengharamkan bermazhab sedangkan mereka merupakan ulama-ulama yang bermazhab dengan mazhab tertentu. Izzudin Abuss Salam merupakan ulama bermazhab Syafi'i, Ibnul Qoyyim merupakan ulama bermazhab Hambaly dan Kamal bin Al Hammam merupakan ulama bermazhab Hanafy.
Semua ini adalah pendustaan dan pentahrifan terhadap perkataan ulama. Semua tuduhan ini bertolak belakang dengan sebenarnya.

Dalam kitab "Qowaid Al Ahkam", Imam Izzudin bin Abdissalam mengatakan bahwa, umat muslim dari zaman sahabat sampai munculnya mazhab yang empat mereka bertaqlid kepada apa yang telah disampaikan ulama mujtahid tanpa ada pegingkaran sedikitpun. Jika saja taqlid adalah sesuatu yang batil tentu mereka akan mengingkarinya. Akan tetapi mereka bertaqlid kepada yang lebih mulia dari mereka dari kalangan sahabat dan tabiin dan tak ada satupun nash yang menjelaskan pengingkaran mereka.

Imam Ibnul Qoyyim dalam kitab " I'lamul Muwaqqii'n" pada faedah yang ke dua puluh menyebutkan: "Tidak boleh bagi seorang muqollid untuk berfatwa dalam agama allah terhadap apa yang ia bertaqlid kapadanya".

Kemudian dalam faedah yang ke dua puluh satu menyebutkan:" Jika seorang membaca al-Quran dan sunnah dan kitab-kitab fiqih atau kitab lainnya, kemudian memiliki kekurangan dalam memahami  al-Quran, sunah, asar salaf, istinbat hukum dan dalam hal tarjih hukum, apakah boleh ia taqlid kepada fatwa ulama? Imam Ibnul Qoyyim menjawab:"  Dalam hal ini ada empat bentuk,,, dan yang paling benar adalah secara tafsil. Jika saja dia bisa menemukan seorang alim, maka tidak halal baginya untuk berfatwa dan beramal dengan fatwanya sendiri. Jika saja tidak ada orang alim maka meninggalkan permasalahan itu ini lebih baik baginya dari pada ia beramal tanpa ilmu.

Tidakkah kita melihat dari penjelasan dari Ibnul Qoyyim di atas. Jelas tanpa di ragukan lagi, bahwasannya orang yang jahil tidak ada jalan lain bagi mereka kecuali taqlid kepada orang yang alim.

Jadi tidak ada sumber yang mengtakan bahwa ulama-ulama di atas mengharamkan bermazhab dengan mazhab tertentu. Kalau memang mereka tatap bersikukuh, hatuu burhanakum in kuntum shodiqiin,- berikan kami dalil atas dasar perkataan kalian jika kalian memang benar.

Syubhat Keenam:

Mereka mengatakan bahwa munculnya mazhab-mazhab fiqih adalah adanya kepentingan politik. Kemudian  mendakwakan bahwa Ibnul Qoldun dalam kitab "Al-Muqoddimah" mengatakan hal itu.

Bantahan:

Ini merupakan sebuah fitnah dan tahrif dalam penisbatan suatu perkataan kepada ulama. Setelah merujuk kepada sumber asli dari kitab "Muqoddimah" Ibnu Khaldun, tidak satupun didapatkan apa yang dituduhkan oleh mereka kepada Ibul Khaldun, namun yang ada adalah sebaliknya.

Dalam muqoddimahnya, Ibnul Khaldun mengatakan bahwasaanya suatu kewajibann bagi yang tidak mampu berijtihad untuk taqlid kepada orang yang mengetahui. Hal ini telah terjadi dan di sepakati dari zaman sahabat, dikarenakan tidak semua sahabat yang mampu berijtihad. Begitu juga dengan para tabiin dengan munculnya dua mazhab yaitu Mazhab Arro'yi dan Mazhab Al hadis.

Dapat disimpulkan semua tuduhan itu adalah tuduhan yang tak berdasar dan merupakan sebuah fitnah yang di tujukan kepada ulama. Hatuu burhanakum in kuntum shodiqin.

Syubhat Ketujuh:

Mereka mempertanyakan jika memang harus mengikuti mazhab fulan dan fulan," Bagaimana keadaan manusia sebelum adanya fulan dan fulan yang kalian beraqlid kepadanya? Apakan manusia yang hidup sebelum mereka hidup dalam kesesatan?". Namun mereka mengatakan" wajib kita yakini kalau mereka berada pada jalan yang benar. Bagaimana mungkin mereka yang mengikuti al-Quran dan sunnah berada dalam kesesatan sedangkan kalian hanya berhukum dengan perkataan fulan-dan fulan tanpa dalil?".

Bantahan:

Sungguh ajib yang mereka katakan dan merupakan sebuah perkataan yang berbahaya dan sangat berani. Mereka tetap memaksakan bahwa semua sahabat memiliki kapasitas berijtihad terhadapa nash al-Quran dan sunnah dan jelas-jelas ini telah menyelisihi ijma'ulama.

Untuk mejawab tuduhan itu semua, sebagaimana disebutkan dalam kitab "Al-muqoddimah" Ibnul Khaldun megatakan bahwasannya tidak semua sahabat memiliki kemampuan untuk berijtihad dan agama tidak diambil dari semua sahabat. Tidakkah kita mendengar  adanya khabar bahwasannya dari sahabat yang berzina kemudian bertaubat, dan mencuri lalu bertaubat. Akan tetapi mujtahid dari sahabat hanya di khususkan kepada mereka yang paham dengan al-Quran, mengerti dengan nasikh dan mansukh, mutasyabihat dan muhkamnya dan semua ilmu digunakan untuk memahami kalam yang mulia ini.

Jadi, yang memahami istinbat hukum dan fatwa dari kalangan sahabat hanyalah dalam jumlah terbatas. Adapun yang lain diantara sahabat tidak memiliki kemampuan untuk beijtihad. Tidak diragukan lagi bahwasannya jumlah yang sedikit inilah dari karangan sahabat  yang kemudian menjelaskan hukum-hukum islam kepada jumalah yang banyak ini. Bukankan ini dinamakan taqlid?.
Jelas sudah, bahwasannnya sahabat yang tidak mampu berijtihad mereka bertaqlid kepada mereka yang mampu beijtihad dalam urusan agama ini. Sebagaimana sebahagian sahabat taqlid kepada pendapat-pendapatnya Ibnu Abbas, sebahagian yang lain kepada Ibnul Mas'ud, sebagian yang lain kepada Zaid bin Tsabit dan sebagian lain kepada Khulafaur Rasyidin.

Sebagaimana juga telah disebutkan, bahwasaanya semua ulama telah sepakat dengan adanya dua mazhab pada masa tabiin yaitu Mazhab Ahli Ro'yi di Iraq  dan Mazhab Ahli Hadis di Hijaz dan mereka bertaqlid kepada mazhab yang ada di sana waktu itu.

Sesungguhnya imam mazhab yang empat tidaklah memunculkan hal yang baru dalam agama ini. Akan tetapi mereka adalah hasil didikan dari dari dua mazhab yang ada pada zaman tabi'in ini.

Sekarang telah terungkaplah semuanya, bahwasaanya tidak ada lagi alasan bagi orang yang tidak memiliki ilmu dalam berijtihad, untuk ikut taqlid kepada para mujtahid. Atau kita telah merasa mampu berijtihad dan menjadi seorang mujtahid.  Apakah kita merasa diri kita cukup hanya dengan membaca terjemahan al-Quran dan hadis kemudian kita bisa berijtihad sendiri dan menghukumi ini haram dan itu haram?. Semoga Allah SWT menurunkan hidayah dan taufiqnya kepada semua, amin...

(Disarikan dari buku Allaamazhabiyah Akhtoru Bid'ah Tuhadidu As-syariah Al-Islamiyah, karangan Doktor Muhammad Sayid Ramadhan Al-buuthy)

0 komentar:

Posting Komentar