Senin, 26 Juni 2017

KETENTUAN KEBOLEHAN MEMBATALKAN PUASA BAGI MUSAFIR

Dulu saya memahami jika seseorang akan melakukan perjalanan atau safar, maka ia boleh-boleh saja membatalkan puasa saat ia memulai perjalanannya. Jika ia keluar dari rumah setelah selesai sholat subuh, maka ia boleh lansung berbuka, atau jika keluar rumah setelah zuhur, dia juga boleh berbuka saat itu.

Ternyata saya tidak salah, hal seperti ini adalah pendapat Imam Ahmad bin Hanbal yang membolehkan setiap Musafir membatalkan puasanya secara mutlak saat ia memulai perjalanannya.
-

Namun saya masih kurang puas dengan satu pendapat ini setelah seorang kawan mengatakan, tidak boleh seseorang membatalkan puasa kalau perjalanannya dimulai setelah terbit matahari, ia harus menyempurnakan puasanya.

Akhirnya saya mencoba cari tahu, dan ternyata pendapat kawan saya ini juga tidak salah, bahkan ini adalah pendapat mayoritas kebanyakan Ulama.

Jumhur Ulama mengatakan:

"Kebolehan membatalkan puasa bagi seorang Musafir adalah jika perjalannya sudah ia mulai sebelum matahari terbit dan ketika dalam perjalanan waktu Imsak masuk, maka boleh baginya berbuka pada hari itu. Namun apa bila ia memulai perjalanan setelah terbit fajar, maka ia mesti berpuasa hari itu dan menyempurnakan puasanya.

Namun jika dalam perjalanan ia merasakan masalah pada fisiknya, maka ia boleh membatalkan puasanya dengan alasan sakit, bukan karena alasan safarnya" ( Al-Majmuk Imam An-Nawawi: 6/261 & Mausuah Ahsanil Kalaam: 4/618 ).
-

Ooooo… Akhirnya saya baru paham, ternyata ada dua pendapat Ulama toh dalam hal ini. Setelah mengetahui ini saya merasa nyaman untuk mengikuti pendapatnya Mayoritas Ulama dalam ketentuan kebolehan berbukan bagi seorang musafir, sebagaimana nasehat kawan saya dulunya. Namun saya juga tidak berani menyalahkan orang yang mengambil pendapat Imam Ahmad dalam hal ini, toh dulu saya memahami juga demikian awalnya. Hehehe…

Namun Syeikh 'Atiyah Saqor menasehati saya saat saya membaca buku beliau seolah-olah beliau lansung berkata: "Dalam masalah ini kita lebih diutamakan mengikuti pendapatnya Jumhur Ulama, namun kalau seseorang bertaqlid kepada pendapatnya Imam Ahmad juga tidak apa-apa baginya jika dengan berpuasa akan menggangu perjalananya".

Wallahualam… 

0 komentar:

Posting Komentar