Akhir-akhir ini sering muncul di
wall FB saya tulisan-tulisan dan status-status " empuk " saudara saya
Muhammad Nuruddin dalam situs qutera.com nya. Sekilas saya perhatikan,
tulisannya memang empuk dan renyah untuk dibaca apa lagi ditemani secangkir
kopi hangat. Maka tak jarang begitu berseliweran komentar-komentar untuk
menanggapi tulisan garing tersebut.
Ya, isinya tak lebih dan tidak
kurang pembelaannya pada Ahok dari berbagai sisi, (walaupun dia mengakunya
tidak). Apakah itu disisi penafsirannya terhadap perkataan Ahok, atau
penafsirannya sendiri terhadap larangan surat Al-maidah ayat 51 yang telah
dipopulerkan Ahok, atau sikap kontradiktifnya terhadap ajakan untuk tidak
suuzhan kepada orang lain, tapi ia suuzan sendiri pada videonya ustaz Yusuf
Mansur yang saya yakin itu hanya kira-kiranya saja, mana tau ustaz Yusuf Mansur
bukan bermaksud sebagaimana yang saudara saya ini kira.
Atau ajakannya untuk tidak menghiraukan
fatwa MUI dan ia mengajak untuk ikut beberapa Ulama yang di sana ia sebutkan nama-namanya
dan diantaranya ada nama DR. Said Agil. Atau pengakuanya sebagai Azhari yang
cinta Ahok dan atau, atau banyak lainnya.
Sekilas, kalau saya boleh
menyimpulkan, bahwa saudara saya ini galau dengan sikap MUI dan mayoritas umat
islam Nusantara yang dia anggap intoleran terhadap orang non muslim, tidak
mencerminkan sikap rahmah dan lemah lembut.
Satu lagi kegalauannya, kenapa baru
ketika akan pemilu isu larangan pengangkatan pemimpin non muslim baru
panas-panasnya. Akhirnya hal ini dianggap mempolitisasi ayat al-quran dan
lain-lain.
Saya ingin mencoba menanggapi
tulisan-tulisan saudara kita tersebut dengan beberapa poin saja, tidak banyak.
Saya tidak memaksa anda untuk harus sependapat dengan saya, tapi anda boleh
berbeda, atau anda juga boleh menambahkan kritikan buat saudara kita ini semoga
Allah senantiasa membimbing kita:
Pertama: Menurut saya, Ahoklah
yang mencoba mempolitisasi ayat Al-quran surat Al-Maidah ayat 51 sehingga ia
kena batunya sendiri.
Apa buktinya? Buktinya sebelum
Ahok mengeluarkan statemennya tersebut, umat islam Indonesia adem ayem
saja tak ada yang meributkan masalah Al-maidah ayat 51. Malah umat islam dan
media lebih menyoroti kearoganan, kata-kata kotor dan tidak keberpihakan Ahok
pada rakyat kecil.
Nah, kalau saya menilai,
sebenarnya ada ketakutan dari diri Ahok sendiri yang mengakibatkannya secara
tak sadar terpeleset jatuh dalam kubangan lubang yang ia gali sendiri. Awalnya lobang
itu dia buat dengan maksud melindungi diri, namun karena terlalu dalam,
akhirnya ia terpeleset jauh dan terperangkap dalam lubang penuh kubangan itu.
Intinya, ahok jatuh kelobang yang ia gali sendiri dan kewalahan untuk mencoba
keluar darinya.
Kedua: Soal penafsiran perkataan
Ahok apakah ia melakukan penghinaan kepada al-quran atau tidak. Saya tidak akan
menjawab dengan fatwa MUI, karena percuma. Sebab saudara saya tak percaya MUI,
dan ulama di dalamnya bukanlah ulamanya.
Karena saudara saya ini menyebut
beberapa ulama yang ia anggap ulama yang pantut di ikuti omongannya saya akan
kutip pernyataan KH. Said Aqil siroj. ( silahkan cek di video ini
https://www.youtube.com/watch?v=rTWG2ZIt_5s ).
Kesimpulannya, PBNU menerima
permintaan maaf Ahok yang telah mengaku salah. Ingat mengaku salah. KH Said
Aqil membenarkan kalau ahok telah salah bicara, bawa-bawa soal agama dan
Al-quran. Ini mengindikasikan, menurut KH Said aqil, Ahok bersalah dan harus
diproses hukum, walaupun NU telah memaafkannya.
Ketiga: Karena menurut KH Said
Aqil Ahok memang telah bersalah, maka proses hukum harus tetap jalan. Negara
kita adalah Negara hukum. Yang namanya kesalahan tetap harus diproses hukum.
Atau Ahok kebal hukum? No no no….
makanya, kita tunggu saja aparat Negara menyelidikinya. Jangan terlalu cepat
mengatakan Ahok tak bersalah tak lecehkan Al-quran, wong proses hukumnya
saja belum jalan. Biar hukum bicara dan memproses. Jangan kita coba buka ruang sidang
sendiri yang hanya akan ngabis-ngabisin tenaga dan waktu saja.
Keempat: Apa beda perkataan ahok
dengan perkataan seorang Ibu Rusgiani yang di bui 14 bulan karena dianggap
melecehkan agama Hindu, hanya dengan mengatakan canang itu jijik dan kotor.
Makanya sekali lagi, mari serahkan
kepada hukum. Serahkan pada pihak yang berwenang. Kan katanya Negara kita
Negara hukum, yuk pakai hukum yang sah. Bukan jadi hakim sendiri.
Mati-matianpun kita bela Ahok sekarang, kalau menurut hukum nanti bersalah, ya
tetap dihukum kan?.
Kelima: Kan Ahok sudah minta maaf?
Kita sebagai muslim, di ajarkan kanjeng Nabi untuk memaafkan, bukan?
Ya betul, memaafkan memang ajaran
yang mulia, namun ingat ada batasannya juga lho… Anda, ingat perkataan Imam
Syafii gak?, " kalau kamu dipancing untuk marah, namun kamu tidak marah,
maka kamu tak ubahnya seperti keledai dungu ", nah lhoo….
Kalau menurut saya, perbuatan Ahok
melecehkan Al-quran itu, telah memancing-mancing kemarahan umat dengan
keterseleoannya. (ini hanya pendapat saya lo ya, boleh beda).
Memaafkan pun juga pilihan, kalau
saya tidak menerima maaf dan menuntut hak-hak saya, boleh-boleh saja kan? Minta
maaf boleh, tapi karena kita negara hukum, yuk kita selesaikan secara hukum.
Inilah beberapa pembelaan saya dan
dukungan saya pada lembaga hukum agar memproses Ahok secara hukum. Secara
agama, memang Ahok telah bersalah dan terindikasi melecehkan ayat al-quran
menurut mayoritas umat islam Indonesia yang diwakili oleh MUI dan KH Said Aqil
Siraj, walaupun saudara saya mencoba menfsirkan dengan cara berbeda yang
menyimpulkan tidak ada penghinaan yang dilakukan Ahok. Itu hak dia, yang
penting sekarang kita serahkan pada
hukum dengan harapan hukum dapat berjalan dengan adil dan tidak tumpul keatas,
seperti kata Presiden kita Jokowi.
Penulis: Amal Khairat
Mahasiswa Pasca Sarjana
Universitas Al-Azhar Kairo Mesir, Jurusan Fiqih.