Pada tahun 2004 saat saya masih
menduduki kelas satu Tsanawiyah, pada pertemuan pertama pelajaran Bahasa Indonesia, ibu guru menanyai
kami, apa cita-cita kalian?. Saya dengan polos mengatakan " Saya ingin
jadi ustaz Bu?". Sontak seisi kelas ketawa karena memang terdengar aneh.
Baru kali ini orang yang ingin jadi ustaz di saat semua orang ingin jadi
dokter, pilot, tentara, hakim, presiden dan lain sebagianya. Memang saat itu
memang lebih dikenal kalau menjadi seorang ustaz bukanlah cita-cita banyak
orang. Mereka hanya bekerja dengan gaji yang tidak pernah tetap bahkan tidak
pernah ada. Kehidupannya jauh dari kekayaan, tidak punya mobil, hp, rumah
bahkan makanpun susah. Saya tahu itu. Namun ayah saya mendidik semua hal yang
ada didunia adalah hal yang sementara. Sementara kehidupan akhirat adalah
tempat kembali yang kekal.
Namun disaat teman-teman saya tertawa, saya
melihat sesuatu yang berbeda muncul dari raut wajah ibuk guru. Seolah-olah dari
bola matanya terpancar rasa yang berbeda. Hampir saja saat itu beliau
meneteskan air mata. Saya juga tidak paham saat itu. bukan malah sama dengan
teman-teman saya yang lain.
" inilah sebenarnya cita-cita tertinggi
yang setelahnya tidak ada lagi yang bisa mencapainya" ibu guru malah
menyemangatiku.
Namun semua ini menjadi tanda
tanya bagi saya sehingga mengetahui jawabannya ketika saya terbang menjau dari
bumi pertiwi menuju tanahnya nabi musa demi sebuah cita-cita menjadi seorang
ustaz.
Akhirnya saya sadar apa yang di
katakana oleh ibu guru saat di tsanawiyah dulu. Gelar ustaz adalah gelar
tertinggi yang di berikan kepada seseorang oleh universitas terhadap karya yang
dihasilkannya. Bahkan gelar ustaz ini lebih tinggi dari pada gelar seorang
doctor. Di tanah arab gelar ustaz ini adalah gelar untuk seorang Professor.
###
Bercita-citalah, karena bisa jadi
hal yang pernah kita impikan merupakan hal yang sangat besar yang tak banyak
diketahui oleh orang-orang.
Hidup dengan cita-cita bagaikan
seseorang yang berjalan dengan tujuan yang jelas dan orang yang hidup tanpa
cita-cita bagaikan orang yang hidup tanpa tujuan yang jelas.
Cita-cita akan menjadikan seorang
kuat dalam berjalan, akan menjadikan semangat saat dalam berusaha dan akan
menjadikan tantangan jadi mudah. Kenikmatan seseungguhnya tidak akan pernah
mereka rasakan sehingga mereka mencapai apa yang mereka cita-citakan. Mereka
akan mengorbankan segalanya demi sebuah target dan cita-cita. Sehingga nyawa
sekalipun akan dikorbankan demi sebuah cita-cita yang mulia.
Adakah kita melihat seseorang yang
memiliki cita-cita untuk mengahfalkan Al-quran kalamullah. Meraka kadang tidak
pernah tidur siang ataupun malam kecuali hanya beberapa jam saja, mereka rela
makan dengan keterbatasan karena memang mereka tidak memiliki waktu selain
dengan al-quran, mereka bahkan memutuskan hubungan dengan dunia luar leawat
media social yang ada. Mereka akhirnya meninggalkan semua kesenangan dunia dan
isinya demi sebuah cita-cita yang mulia, menjadi Ahlullah fil ardi.
Sebagaimana di jelaskan oleh hadis
bahwa Allah swt memiliki keluarga di langit dan di bumi. Keluarga allah di
langit adalah para malaikat dan keluarga allah di dunia adalah para penghafal
al-quran.
Bagaimana mungkin mereka rela
mengenyampingkankan semuanya dan mengorbankan semuanyanya, karena mereka tahu
tujuan mereka hanya satu menjadi penghafal al-quran dan menjadi keluarga allah
yang ada di muka bumi ini.
Atau adakah kita mendengar
kisah-kisah heroik para pejuang islam di medan tempur bertarung melawan musuh
hingga harta dan nyawapun menjadi taruhan, karena kekuatan sebuah impian yaitu
cita-cita mendapatkan gelar syahid di mata allah.
Dikisahkan seorang sahabat yang
pada siang harinya melaksanakan acara pernikahan dan tentunya malam harinya
adalah malam yang sangat berbahagia bagi mereka pasangan penganten baru. Namun
ketika mereka berdua masih dalam buayan asmara, terdengarlah seruan jihad yang
membuatnya bangun indahnya malam mereka berdua dan minta izin kepada istrinya
untuk keluar berjihad. Bahkan saat itu ia belum sempat mensucikan dirinya
sehabis bermulan madu dengan isterinya. Akhirnya cita-cita muliannya menjemput
sahid berakhir di medan pertempurang. Sungguh saat ia meninggal syahid di jalan
Allah dalam keadaan junub, Allah SWT memerintahkan para malaikatnya sendiri
untuk memandikan jasad suci penghuni syurga dengan gelar syahid yang ia
sandang.
Begitulah kekuatan sebuah
cita-cita.
Seorang yang bercita-cita
mengahafal al-quran akan rela meninggalkan kesenangan dunia demi cita-citanya.
Seorang yang berangkat ke medan jidah demi cita-cita syahid dijalannua akan
tidak pernah gentar dengan tajamnya pedang dan kuatnya lawan demi sebuah
cita-cita mendapatkan gelar syahid dimata Allah SWT.
Seorang yang bercita-cita menjadi
dokter akan bersungguh-sungguh dalam menguasai semua hal yang berkaitan dengan
kedokteran. Mereka rela mengeluarkan uang jutaan bahkan ratusan juta rupiah
demi sebuah cita-cita menjadi seorang dokter.
Seorang yang beercita-cita menajdi
insinur akan menekuni ilmu yang berkaitan dengannya. Semuanya terencana.
Ingat, cita-citamu adalah peta
perjalananmu. Kehilangan cita-cita sama dengan seseorang yang berjalan tanpa
peta.
Selamat merancang cita-cita.
0 komentar:
Posting Komentar