Minggu, 18 Desember 2016

Bercita-citalah


Pada tahun 2004 saat saya masih menduduki kelas satu Tsanawiyah, pada pertemuan pertama  pelajaran Bahasa Indonesia, ibu guru menanyai kami, apa cita-cita kalian?. Saya dengan polos mengatakan " Saya ingin jadi ustaz Bu?". Sontak seisi kelas ketawa karena memang terdengar aneh. Baru kali ini orang yang ingin jadi ustaz di saat semua orang ingin jadi dokter, pilot, tentara, hakim, presiden dan lain sebagianya. Memang saat itu memang lebih dikenal kalau menjadi seorang ustaz bukanlah cita-cita banyak orang. Mereka hanya bekerja dengan gaji yang tidak pernah tetap bahkan tidak pernah ada. Kehidupannya jauh dari kekayaan, tidak punya mobil, hp, rumah bahkan makanpun susah. Saya tahu itu. Namun ayah saya mendidik semua hal yang ada didunia adalah hal yang sementara. Sementara kehidupan akhirat adalah tempat kembali yang kekal.

 Namun disaat teman-teman saya tertawa, saya melihat sesuatu yang berbeda muncul dari raut wajah ibuk guru. Seolah-olah dari bola matanya terpancar rasa yang berbeda. Hampir saja saat itu beliau meneteskan air mata. Saya juga tidak paham saat itu. bukan malah sama dengan teman-teman saya yang lain.

 " inilah sebenarnya cita-cita tertinggi yang setelahnya tidak ada lagi yang bisa mencapainya" ibu guru malah menyemangatiku.

Namun semua ini menjadi tanda tanya bagi saya sehingga mengetahui jawabannya ketika saya terbang menjau dari bumi pertiwi menuju tanahnya nabi musa demi sebuah cita-cita menjadi seorang ustaz.

Akhirnya saya sadar apa yang di katakana oleh ibu guru saat di tsanawiyah dulu. Gelar ustaz adalah gelar tertinggi yang di berikan kepada seseorang oleh universitas terhadap karya yang dihasilkannya. Bahkan gelar ustaz ini lebih tinggi dari pada gelar seorang doctor. Di tanah arab gelar ustaz ini adalah gelar untuk seorang Professor.

###

Bercita-citalah, karena bisa jadi hal yang pernah kita impikan merupakan hal yang sangat besar yang tak banyak diketahui oleh orang-orang.

Hidup dengan cita-cita bagaikan seseorang yang berjalan dengan tujuan yang jelas dan orang yang hidup tanpa cita-cita bagaikan orang yang hidup tanpa tujuan yang jelas.

Cita-cita akan menjadikan seorang kuat dalam berjalan, akan menjadikan semangat saat dalam berusaha dan akan menjadikan tantangan jadi mudah. Kenikmatan seseungguhnya tidak akan pernah mereka rasakan sehingga mereka mencapai apa yang mereka cita-citakan. Mereka akan mengorbankan segalanya demi sebuah target dan cita-cita. Sehingga nyawa sekalipun akan dikorbankan demi sebuah cita-cita yang mulia.

Adakah kita melihat seseorang yang memiliki cita-cita untuk mengahfalkan Al-quran kalamullah. Meraka kadang tidak pernah tidur siang ataupun malam kecuali hanya beberapa jam saja, mereka rela makan dengan keterbatasan karena memang mereka tidak memiliki waktu selain dengan al-quran, mereka bahkan memutuskan hubungan dengan dunia luar leawat media social yang ada. Mereka akhirnya meninggalkan semua kesenangan dunia dan isinya demi sebuah cita-cita yang mulia, menjadi Ahlullah fil ardi.

Sebagaimana di jelaskan oleh hadis bahwa Allah swt memiliki keluarga di langit dan di bumi. Keluarga allah di langit adalah para malaikat dan keluarga allah di dunia adalah para penghafal al-quran.

Bagaimana mungkin mereka rela mengenyampingkankan semuanya dan mengorbankan semuanyanya, karena mereka tahu tujuan mereka hanya satu menjadi penghafal al-quran dan menjadi keluarga allah yang ada di muka bumi ini.  

Atau adakah kita mendengar kisah-kisah heroik para pejuang islam di medan tempur bertarung melawan musuh hingga harta dan nyawapun menjadi taruhan, karena kekuatan sebuah impian yaitu cita-cita mendapatkan gelar syahid di mata allah.

Dikisahkan seorang sahabat yang pada siang harinya melaksanakan acara pernikahan dan tentunya malam harinya adalah malam yang sangat berbahagia bagi mereka pasangan penganten baru. Namun ketika mereka berdua masih dalam buayan asmara, terdengarlah seruan jihad yang membuatnya bangun indahnya malam mereka berdua dan minta izin kepada istrinya untuk keluar berjihad. Bahkan saat itu ia belum sempat mensucikan dirinya sehabis bermulan madu dengan isterinya. Akhirnya cita-cita muliannya menjemput sahid berakhir di medan pertempurang. Sungguh saat ia meninggal syahid di jalan Allah dalam keadaan junub, Allah SWT memerintahkan para malaikatnya sendiri untuk memandikan jasad suci penghuni syurga dengan gelar syahid yang ia sandang.

Begitulah kekuatan sebuah cita-cita.
Seorang yang bercita-cita mengahafal al-quran akan rela meninggalkan kesenangan dunia demi cita-citanya. Seorang yang berangkat ke medan jidah demi cita-cita syahid dijalannua akan tidak pernah gentar dengan tajamnya pedang dan kuatnya lawan demi sebuah cita-cita mendapatkan gelar syahid dimata Allah SWT.

Seorang yang bercita-cita menjadi dokter akan bersungguh-sungguh dalam menguasai semua hal yang berkaitan dengan kedokteran. Mereka rela mengeluarkan uang jutaan bahkan ratusan juta rupiah demi sebuah cita-cita menjadi seorang dokter.

Seorang yang beercita-cita menajdi insinur akan menekuni ilmu yang berkaitan dengannya. Semuanya terencana.

Ingat, cita-citamu adalah peta perjalananmu. Kehilangan cita-cita sama dengan seseorang yang berjalan tanpa peta.


Selamat merancang cita-cita.

0 komentar:

Posting Komentar