Dari dulu hingga saat ini, setiap
persoalan yang berhubungan dengan keagamaan dan keislaman, pemerintah
mempercayakannya kepada MUI untuk memberikan pertimbangan dan Fatwa. Begitu
dengan kasus-kasus penghinaan dan pelanggaran hak kebebasan dan toleransi
beragama.
Pada era Presiden Soeharto,
Arswendo melakukan penghinaan kepada Rasulullah yang menempatkan Nabi Muhammad
dalam posisi ke 11 sebagai tokoh idola dalam tabloid yang ia pimpin. Kemudian
MUI memfatwakan hal tersebut adalah bentuk penodaan terhadap keyakinan beragama
islam. Maka Presiden Soeharto memenjarakan Arswendo setelah melalaui proses
hukum dengan pertimbangan Fatwa dari MUI.
Kemudian penghinaan agama yang dilakukan Ahmad
Mosadeq yang mengaku Nabi dengan ajaran Ahmadiyahnya. Dengan berbekal Fatwa
MUI, pihak kepolisian lansung bertindak menangkap Ahmad Mosadeq dan memprosesnya
secara hukum. Akhirnya ia dinyatakan bersalah kemudian dipenjara selama 4
tahun.
Belakangan ini ia kembali ditangkap
karena ajaran baru yang ia bawa dengan menamai Gerakan Fajar Nusantara, juga
dengan berbekal fatwa MUI yang telah menyatakan kesesatannya.
Kemudian penistaan agama berbaju
Syiah di Madura yang dimotori Tajul Muluk dinyatakan sesat dan menodai agama
dengan berbekal Fatwa dari MUI.
Kasus Lia Eden yang mengaku
sebagai istri malaikat Jibril ditangkap dan dipenjarakan setelah diproses hukum
dengan pertimbangan Fatwa MUI.
Dan masih banyak kasus-kasus
penistaan lainnya yang tak terlepas dari fatwa MUI dan dinyatakan sesat dan
menodai agama yang kemudia pelakunya diproses hukum dan ditahan.
-
Namun tak kala kasus penistaan ini
terjadi pada Ahok, seolah-olah fatwa MUI tidak lagi dipakai. Seolah-olah
pemerintah kehilangan taring dan tampak lamban, bahkan terlihat mengintervensi
kasus ini. Padahal berdasarkan permintaan pemerintah juga, MUI telah
mengeluarkan pernyataan bahwa perkataan Ahok tersebut telah menistakan Al-Quran
dan para ulama. Fatwa itu kemudian disetujui oleh lebih dari 50 ormas islam
lainnya.
Pemutar balikkan fakta dengan
perantara media, menjadi alat serangan utama. Bahkan kepolisian menjadi gagal
paham dalam menangani kasus ini.
Banyak orang kemudian
mempertanyakan kenetralan pemerintah dalam kasus ini. Bukankah kasus ini tidak
berbeda dengan kasus-kasus penistaan yang lain. Apa bedanya dengan kasus-kasus
penghinaan agama yang lain seperti yang terjadi di Bali dan tempat lain.
-
Jika saja hukum benar-benar
ditegakkan di negeri ini, maka kita yakin Ahok akan di penjara atas penistaan
Al-Quran dan agama yang telah ia lakukan.
Sebab sampai sebelum kasus ini
bergulir, MUI selaku Lembaga yang bertugas membentengi akidah umat, selalu
cermat dalam mengeluarkan fatwa. Hal ini dibuktikan dengan diprosesnya berbagai
macam kasus penghinaan agama yang terjadi dan semuanya terkena jeratan hukum.
Jika saja Ahok bisa bebas dari jeratan hukum, saya meyakini pasti ada
intervensi pihak lain yang bermain dalam kasus ini.
Kita akan tetap pantau dan selalu
mendukung Ulama dan MUI memantau kelurusan penyelasaian kasus ini. Jika saja
hukum masih tumpul untuk petahana, sepertinya perkiraan Aa Gym bisa saja
terjadi dan buntutnya akan semakin panjang.
Semoga urusan ini segera tuntas
dan keutuhan NKRI tetap terjaga. Jangan sampai menggadaikan keutuhan NKRI,
hanya untuk mempertahankan seseorang yang nyata-nyata telah melakukan
penistaan.
0 komentar:
Posting Komentar