Minggu, 18 Desember 2016

Afdhal Mana, Sholat Dulu Atau Lanjut Pengajian ?


Seseorang bertanya kepada saya, yang lebih kurang pertanyaannya seperti ini, " Ada sebuah pengajian di satu Mesjid, kemudian waktu sholat masuk. Apakah pengajiannya dilanjutkan dengan konsekwensi sholat diundur, atau sholat dulu baru lanjut pengajian? "

Mendapat pertanyaan ini, pikiran saya menerawang jauh hingga ke masa empat tahun silam, saat saya mengikuti perkuliahan pada mata kuliah Ushul Fiqh di Universitas Al-Azhar tempat saya menuntut ilmu sekarang. Ada satu peristiwa saat itu yang dapat menjawab pertanyaan di atas dan banyak hikmah lainnya.

Kisahnya begini…

Pada saat Dosen saya menjelaskan materi Ushul Fiqh, azan zuhur berkumandang. Namun beliau tetap melanjutkan penjelasannya, tanpa ada tanda-tanda kelas akan diakhiri. Tampak sebagian mahasiswa gusar dengan keacuhan Dosen saya itu.

Tidak tahan dengan itu semua, dari bangku belakang berdiri seorang pemuda berjubah dan berjenggot lebat dan dengan nada yang sama sekali tidak menunjukkan akhlak yang mulia, ia berteriak " Ya Syeikh, Ala tasmak shoutal Azan " ( Hei Syeikh, tidakkah anda mendengar suara azan ).

Dosen saya tersebut tidak menghiraukan ucapan tak sopan itu dan terus bicara. Kemudian dengan lantang, sang pemuda tersebut membacakan hadits-hadits yang entah ia paham maksudnya entah tidak. 

Kemudian dengan nada yang sedikit menahan amarah, Dosen saya berkata, " Kalau anda mau keluar silahkan keluar saja. Tapi sekali saja anda keluar, anda tak akan pernah saya izinkan masuk lagi setiap saya masuk ke kelas ini ". Benar saja, pemuda yang tampak alim itu, dengan wajah memerah pergi meninggalkan ruangan kuliah.

Kemudian setelah pemuda itu keluar, tampak guratan kekecewaan dari raut wajah Dosen saya yang tidak terlihat muda itu lagi.

Kemudian beliau duduk dan menyapu sedikit keringat di keningnya dengan selembar tisu. Kemudian beliau berkata, " Wahai anakku, begitulah hasil jika seseorang hidup hanya dengan pemahaman ilmu sepotong-sepotong, sehingga akhlakpun hilang dari dirinya jika kealiman telah ia rasakan dalam dirinya"

" Tahukan kalian, saya melakukan apa yang saya lakukan saat ini bukan tanpa ilmu. Pemuda itu hanya membacakan dalil-dalil kutamaan sholat diawal waktu yang ulama sepakat hukumnya hanyalah sunnah. Tapi tidakkah ia pernah membaca hadits yang sangat masyhur dan saya yakin kalian semua menghafalnya, " Tholabul ilmi faridhotun ala kulli muslim " ( menuntut ilmu hukumnya wajib bagi setiap muslim )."

" Apakah yang kita lakukan saat ini menuntu ilmu atau bukan?. Bagaimana anda akan mendahulukan sesuatu yang wajib ketimbang sesuatu yang hanya sunnah?. Bukankan setelah kuliah ini kalian bisa melaksanakan sholat berjamaah tanpa harus ketinggalan fadhilah sholat berjamaah. Itulah akhibat jika seseorang belajar separoh-separoh dan cepat merasa alim dengan ilmu yang ia miliki ".

" Saya yakin pemuda itu memahami hadits yang saya bacakan tadi, namun nafsu kealimannya mengalahkan akal sehat dan akhlak yang seharusnya ia kedepankan. Ilmu tiadalah artinya jika akhlak hilang dari dirimu ".
_

Kisah ini nyata, walaupun apa yang disampaikan Dosen saya saat itu, tidak sepersis apa yang saya tuliskan saat ini. Namun insyaallah pesannya tersampaikan.
Saya dulunya sempat berpikir seperti apa yang dipikirkan pemuda tersebut. Bahkan seringkali menghukumi para Dosen yang tak mau berenti mengajar saat azan berkumandang adalah Liberal atau lain-lainnya. Semenjak peristiwa  itu, mindset saya mulai 180 derjat berubah. Ternyata kejahilan berbungkuskan kealiman dapat mencelakakan diri sendiri dan bahkan orang lain.
-
Persis dengan kisah yang saya sampaikan di atas, peritiwa serupa pernah terjadi pada seorang murid Imam Malik yang sedang menuntut ilmu bersama beliau.
Ibnu Abdil Hakam berkata, " Suatu ketika saya duduk bersama Imam Malik dalam mempelajari sebuah ilmu. Maka waktu sholat zuhur masuk, kemudian saya mengumpulkan kitab-kitab saya dan beridiri untuk mengerjakan sholat.

Kemudian Imam Malik berkata kepada saya," Hei kamu, tidaklah yang engkau bangun hendak mengerjakannya itu ( sholat di awal waktu ), lebih utama dari pada yang engku ada padanya saat ini ( belajar ), jika dengan niat yang benar ".

Jika kita mencoba membaca keutamaan-keutamaan menuntut ilmu lainnya, sungguh kita akan menemukan bahwasannya menuntut ilmu lebih mulia dibandingkan sunnah-sunnah sholat dan sholat-sholat sunnah lainya. Karena jelas, menuntut ilmu hukumnya wajib dan sholat diawal waktu hanyalah sunat.

Bayak hikmah yang bisa kita petik dari dua kisah diatas. Diantaranya, kebanyakan kesalahan terjadi disebagian mereka yang semangat dalam menuntut ilmu, adalah memahami dalil sepotong-sepotong. Bukankah manhaj para ulama dulunya jika menemukan satu permasalahan, mereka mengumpulakn semua dalil dari al-quran dan sunnah yang berhubungan dengan masalah tersebut, baru kemudian berani memutuskannya. Bukan dengan hanya melihat satu hadits kemudian menghukumi semua yang berbeda dengan hadits tersebut adalah salah, tidak…

Kemudian, adab yang indah adalah nilai utama dari berhasilnya seorang menuntut ilmu. Tidak ada nilai tingginya ilmu seseorang, jika akhlak jauh dari dirinya.
-
Jadi untuk jawaban pertanyaan di atas, saya mengatakan, boleh melanjutkan sejenak pengajiannya dan sedikit mengakhirkan sholat berjamaahnya. Ini juga lebih maslahat, sebab biasanya kalau selesai sholat, kebanyakan orang sudah pengen pulang atau benar-benar pulang. Wallahualam…

Oleh: Amal Khairat, Lc

Mahasiswa Pasca Sarjana Jurusan Fiqih Universitas Al-Azhar Kairo Mesir. 

0 komentar:

Posting Komentar